Asma binti Abu Bakar adalah figur seorang muslimah sejati. Ia adalah
putri dari seorang sahabat Rasulullah yang mulia Abu Bakar Ash Shiddiq.
Kelahirannya di tengah-tengah tradisi jahiliyah yang sedang marak tidak
membuatnya menjadi produk dari masyarakat tersebut. Tetapi asuhan
keluarga Asma yang masih kokoh memelihara nilai-nilai fitrah, telah
menyelamatkannya dari tarikan-tarikan tradisi masa itu. Ia begitu
menekuni ajaran suci Illahi yang dibawa oleh Rasulullah saw dengan tanpa
keraguan sedikitpun di dalam hatinya. Nilai-nilai Islam inilah yang
begitu mengendap kuat dalam jiwanya, mampu membentuk kepribadian yang
kuat, pandangan hidup, sikap serta cita-cita yang lurus.
Kematangan peribadinya terlihat jelas ketka ia dengan sekuat tenaga
bersusah payah membantu perjalanan besar Rasulullah yang disertai
ayahnya dari Mekkah menuju Madinah. Dalam peristiwa yang paling
monumental itu, Asma telah memperlihatkan semangat pengorbanannya yang
luar biasa. Ia turut memantau perkembangan keamanan di sekitar kota
Mekkah, jatuh bangun melintasi padang pasir dan menaiki bukit terjal
sambil membawa bekal makanan dan informasi berharga bagi Rasulullah dan
ayahnya yang ketika itu sedang menyembunyikan diri dari kejaran kaum
Quraisy di gua Tsaur. Dengan cerdiknya ia kemas dan ikat segala
persiapan hijrah serapih mungkin di atas punggung unta. Untuk itu ia
harus mengoyak ikat pinggangnya. Sejak itulah ia terkenal dengan julukan
„Si Dua Tali Ikat Pinggang”.
Hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah adalah satu peristiwa yang
paling menentukan bagi perjalanan Islam. Ialah yang akan menjadi cikal
bakal bagi tegaknya masyarakat Islam, yang akan menghancurkan tatanan
masyarakat musyrikin. Kerena itulah misi yang agung ini harus
diselamatkan. Dan dalam usia yang masih sangat remaja, Asma binti Abu
Bakar telah mampu untuk memahami betapa pentingnya arti hijrah
Rasulullah tersebut. Untuk itu ia melakukan gerakan tutup mulut, ketika
Abu Jahal secara paksa mengancamnya agar ia mau memberitahukan dimana
persembunyian Rasulullah dan ayahnya.
Saat Abu Jahal bertanya, „Dimana ayahmu ?”, ia hanya menjawab dengan
singkat, „Aku tidak tahu !”. Berulang kali Abu Jahal menanyakan hal yang
sama, bahkan ia mengancam akan menyiksa Asma. Namun dengan berani dan
tabah Asma menjawab, „Tidak tahu !”. Ketika kesabaran Abu Jahal telah
habis, ia tempeleng muka Asma kuat-kuat, hingga Asma merasakan pedih
yang amat sangat di telinganya. Namun pukulan dan berbagai ancaman itu
bukanlah sesuatu yang berarti bagi Asma yang dapat menggeser
pendiriannya. Sampai akhirnya Abu Jahal dan kawanannya bosan sendiri
dengan ketegaran Asma dan pergi meninggalkannya.
Itulah Asma binti Abu Bakar yang telah memainkan peranan yang
menonjol di dalam panggung sejarah Islam. Ia banyak ikut terlibat dalam
berbagai peristiwa penting, dari sejak kerasulan Muhammad saw hingga
setelah beliau wafat. Ia ikut jatuh bangun dalam menjaga bangunan Islam
dari rongrongan kaum kafir dan munafiqin pada masa kekhalifahan, hingga
khalifah Islam jatuh pada bani Umayyah.
Asma telah melalui masa remajanya dengan berusaha kuat untuk menjaga
dirinya dari kotoran-kotoran tradisi jahiliyah. Sebagai istri dari
seorang mujahid agung, Zubair bin Awwam, ia telah memperlihatkan
kesetiannya yang begitu mengagumkan. Dengan setia ia mengikuti suami,
bersama-sama menyibukkan diri dengan perjuangan dan penyebaran islam.
Tetapi kesibukannya itu tidaklah membuat dirinya lupa terhadap putranya
sebagai amanah dari Allah. Ia begitu tekun memelihara dan mendidik
putranya, Abdullah bin Zubair, dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih.
Ia menyandang tugas-tugas hidupnya dengan penuh kebanggaan, cinta dan
pengorbanan hingga akhir hayatnya.
Dalam usianya yang ke 100, dimana kedua matanya sudah tidak mampu
lagi melihat, ia masih mampu memberikan wejangan pada putranya yang akan
pergi berjuang.
„Kalau kau yakin , kau diatas kebenaran, kemudian kau saksikan
penderitaan dan kesulitan orang-orang yang menempuh jalan itu, apakah
engkau akan menjadi lemah ? Demi Allah ini bukanlah sikap orang-orang
yang merdeka, dan bukan sikap mukmin yang sejati. Berapa lama engkau
akan tinggal di dunia ini ? Syahid adalah jauh lebih mulia … !”
Abdullah bin Zubair yang ketika itu galau, saat pengikutnya
satu-persatu mulai meninggalkannya, langsung bangkit menyongsong
panggilan mulia itu tanpa sedikitpun keraguan hingga menemui syahid di
jalan-Nya.
Itulah Asma, yang dalam usia yang sangat lanjut masih mampu memperlihatkan kharismanya sebagai seorang muslimah sejati.
Asma binti Abu Bakar wafat pada usia yang ke 100, tahun 73 setelah
hijarah. Mudah-mudahan Allah selalu melapangkan tempatnya di hari akhir
kelak.
No comments:
Post a Comment